Sabtu, 29 November 2008

Incest, Sekelumit Tentangnya

1.PENDAHULUAN

Latar Belakang
Seks merupakan elemen psikis yang ikut mendorong manusia untuk bertingkah laku. Tidak cuma bertingkah laku di bidang seks saja, tetapi juga kegiatan – kegiatan non-seksual. Umpamanya saja berprestasi di bidang ilmiah, seni, dan melakukan tugas – tugas moril. Sebagai energi psikis, seks merupakan motivasi atau dorongan unutk berbuat/bertingkah laku. Sigmund Freud, seorang sarjana psikoanalisa, menyebutnya sebagai libido sexualize. Seks adalah satu mekanisme bagi manusia agar mampu mengadakan keturunan, itu menjadikan seks sebagai suatu mekanisme yang vital, karena merupakan jalan manusia mengabadikan jenisnya.

Pada hubungan sosial biasa, di antara wanita dan pria dewasa itu bisa terjadi hubungan khusus yang sifatnya erotis, yang disebut sebagai relasi seksual. Dengan relasi seksual ini kedua belah pihak menghayati bentuk kenikmatan dan puncak kepuasan seksual atau orgasme, jika dilakukan dalam hubungan yang normal sifatnya. Hubungan seksual yang di luar batasan tersebut ketidakwajaran seksual (sexual perversion).

Ketidakwajaran seksual itu mencakup perilaku – perilaku seksual atau fantasi – fantasi seksual yang di arahkan pada pencapaian orgasme lewat relasi di luar hubungan kelamin heteroseksual, antara lain dengan jenis kelamin yang sama, partner yang belum dewasa, hubungan sedarah, atau relasi lain yang bertentangan dengan norma yang berlaku di masyarakat.

Kasus – kasus sexual perversion banyak terjadi namun jarang terungkap. Budaya timur yang menjunjung tinggi malu dan tabu seakan menutupi hal tersebut. Salah satu diantaranya adalah hubungan sedarah, atau lebih dikenal dengan incest. Incest sesungguhnya bukanlah fenomena baru bahkan fenomena ini sudah setua umur kehidupan manusia.

Banyaknya kasus incest yang terjadi di Indonesia semakin mengkhawatirkan, misalnya kasus incest di Bengkulu, menurut Yayasan Advokasi Perempuan dan Anak (Yasva) Bengkulu mengungkapkan sejak tahun 1999 sampai tahun 2002 terjadi 39 kasus. Sedangkan studi yang dilakukan oleh Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jawa Timur (2000) menyatakan dari 312 kasus perkosaan yang berhasil diidentifikasi dari berita media massa selama 1996-1999 di Jawa Timur, sekitar 10,4% pelakunya ternyata adalah ayah kandung. Tidak mustahil jumlah kasus incest yang sebenarnya jauh lebih besar daripada yang diekspos media massa. Hal ini karena lingkungan dari budaya timur membuat keluarga korban tutup mata sehingga kasus incest tidak terungkap. Dengan adanya kontradiksi antara banyaknya kasus incest yang terjadi dengan sedikitnya kasus incest yang terungkap membuat penyusun mengangkat tema incest


2.PEMBAHASAN

Pengertian Incest
Incest adalah suatu hubungan antara sesama anggota keluarga/pernikahan sedarah dimana secara hukum atau istiadat itu dilarang. Incest sejak dulu memang dianggap suatu hal yang tidak patut untuk dilakukan dalam kehidupan masyarakat dunia pada umumnya. Bahkan diberbagai negara, larangan incest sudah ditetapkan secara hukum tertulis.

Bentuk hubungan anggota keluarga tersebut, selalu terbentur dengan hukum larangan incest yang ditentukan oleh masyarakat dimana mereka tinggal. Beberapa dari mereka juga berpendapat bahwa hal itu terkait dengan anggota keluarga dalam satu lingkup rumah tangga yang sama; lebih lanjut, masyarakat lain mengaitkan hubungan itu berdasarkan sistem adopsi, penjodohan ataupun demi mempertahankan ras mereka.
Istilah incest yang juga dianggap hubungan nikah antara sesama anggota keluarga sedarah itu sebenarnya hanya minoritas saja dan hal itu biasanya sudah ditetapkan sejak usia dini. Sehingga tak mengherankan apabila hal itu juga telah banyak pranggapan bahwa dengan sistem itu merupakan hal yang keliru dalam penghubungan suatu silsilah sanak keluarga.


Sejarah Incest
Peristiwa incest telah terjadi sejak lama. Dalam sejarah dicatat raja-raja Mesir kuno dan putra – putrinya kerap kali melakukan tingkah laku incest dengan motif tertentu, sangat mungkin bertujuan untuk meningkatkan dan kualitas generasi penerusnya. Pascainvasi Alexander the Great (Iskandar Zulkarain), para bangsawan Mesir banyak yang melakukan perkawinan dengan saudara kandung untuk mendapatkan keturunan berdarah murni dan melanggengkan kekuasaan. Contoh yang terdokumentasi adalah perkawinan Ptolemeus II dengan saudara perempuannya, Elsione. Beberapa ahli berpendapat, tindakan seperti ini juga biasa dilakukan kalangan orang biasa. Toleransi semacam ini didasarkan pada Mitologi Mesir Kuno tentang perkawinan Dewa Osiris dengan saudaranya, Dewi Isis. Dalam mitologi Yunani kuno ada kisah Dewa Zeus yang kawin dengan Hera, yang merupakan kakak kandungnya sendiri.

Kisah-kisah tentang incest ini bukan hanya pada mitologi saja, tapi bahkan ada juga yang tercatat dalam kitab suci beberapa agama. Dalam kitab agama Kristen misalnya banyak sekali dikisahkan peristiwa incest seperti kisah incest yang melibatkan beberapa orang Nabi beserta keluarganya. Sebagai contoh kisah tentang Lot (Nabi Luth) yang konon melakukan hubungan seks dengan kedua putrinya:
Demikianlah juga pada malam itu mereka memberi ayah mereka minum anggur, lalu bangunlah yang lebih muda untuk tidur dengan ayahnya; dan ayahnya itu tidak mengetahui ketika anaknya itu tidur dan ketika ia bangun. 36 Lalu mengandunglah kedua anak Lot (Nabi Luth) itu dari ayah mereka. (Kejadian 19: 35-36),

kisah tentang Ruben putra sulung Nabi Ya’kub yang konon pemperkosa istri Nabi Ya’kub: Ketika Ya’kub diam di negeri ini, terjadilah bahwa Ruben sampai tidur dengan Bilha, istri ayahnya, dan kedengaranlah hal itu kepada Israel. (Kejadian 35: 22), kisah tentang Amnon putra Nabi Daud lainnya yang konon memperkosa saudara perempuannya Tamar:
Ketika gadis itu menghidangkannya kepadanya supaya ia makan, dipegangnyalah gadis itu dan berkata kepadanya: “Marilah tidur dengan aku, adikku.” 12 Tetapi gadis itu berkata kepadanya: “Tidak kakakku, jangan perkosa aku, sebab orang tidak berlaku seperti itu di Israel. Janganlah berbuat noda seperti itu. 13 Dan aku, ke manakah kubawa kecemaranku? Dan engkau ini, engkau akan dianggap sebagai orang yang bebal di Israel. Oleh sebab itu, berbicaralah dengan raja, sebab ia tidak akan menolak memberikan aku kepadamu.” 14 Tetapi Amnon tidak mau mendengarkan perkataannya, dan sebab ia lebih kuat dari padanya, diperkosanyalah dia, lalu tidur dengan dia. (2 Samuel 13: 12-14),

dan masih banyak lagi kisah tentang incest lainnya yang dapat kita temukan dalam Alkitab (Bible) yang konon bukan hanya melibatkan manusia biasa tapi juga melibatkan orang-orang pilihan Tuhan.
Di Indonesia sendiri sampai saat ini perilaku incest masih ada pada kelompok masyarakat tertentu, seperti suku Polahi di Kabupaten Polahi, Sulawesi, dimana praktek hubungan incest banyak terjadi. Perkawinan sesama saudara adalah hal yang wajar dan biasa di kalangan suku Polahi.

Penyebab Incest
Perilaku seksual yang menyimpang ini lebih banyak dikuasai oleh kebutuhan – kebutuhan neurotis dan dorongan – dorongan non seksual daripada kebutuhan erotis, yang pada akhirnya menuntun pasien pada tingkah laku kompulsif dan patologis. Seksualitas sangat erat terjalin dengan semua aspek kepribadian, maka penyimpangan seksual pada umumnya berasosiasi dengan maladjusment (ketidakmampuan menyesuaikan diri), kesulitan – kesulitan neurotis, dan ketakutan – ketakutan terhadap relasi heteroseksual. Maka begitu luas spektrum penyimpangan seksual tersebut. Diawali dengan para penderita dengan perkembangan psikoseksual yang sangat infantil sampai ke ujung ekstrim lainnya, yaitu pribadi – pribadi yang mampu melakukan penyesuaian diri secara seksual, namun kemudian mengalami regresi surut kembali pada penyimpangan seksual disebabkan oleh pengaruh – pengaruh kuat dari proses ketuaan, dan didorong oleh stress – stress psikologis dan stress fisik yang kuat dan melebihi daya pikul pribadi yang bersangkutan.

Sebab – sebab penyimpangan seksual adalah multifaktoral, mencakup gejala – gejala di luar dan di dalam pribadi yang berkaitan. Faktor intrinsik adalah faktor genetis atau keturunan, berupa predisposisi dan konstitusi jasmaniah dan mentalnya, yang bisa menjuruskan orang pada penyimpangan seksual.. Faktor ekstrinsik mencakup adanya kerusakan – kerusakan fisik dan psikis disebabkan oleh pengaruh – pengaruh luar, atau oleh adanya pengalaman dengan lingkungan yang traumatis sifatnya. Faktor ekstrinsik yang amat penting ialah relasi anak – orang tua.

Dalam incest, penyebab utamanya adalah faktor lingkungan. Teori psikoanalisa menekankan bahwa kondisi penentu pada tingkah laku seksual yang menyimpang itu dapat terjadi berdasar pada pengalaman – pengalaman masa kanak – kanak awal, misalnya dalam kasus incest antara ibu dengan anak lelaki. Ayah – ayah yang umumnya lepas, terpisah, tidak ada, atau jarang ada di rumah, bersikap acuh tak acuh, bahkan sering bermusuhan terhadap istrinya menyebabkan sang istri menginginkan figur lelaki lain yang didapat dari anak laki – lakinya, sehingga terjadilah incest.

Teori belajar sosial menekankan bahwa pengalaman-pengalaman belajar sosial pada kehidupan anak-anak berpengaruh secara primer terhadap perkembangan seksual. Kegiatan imitasi dan identifikasi terhadap tingkah laku orang dewasa membuahkan proses sosialisasi diri dalam perkembangan psikoseksual, baik yang bersifat normal maupun yang menyimpang. Perilaku seksual yang menyimpang pada masa anak-anak bisa terus berlangsung sebagai perilaku seks pada masa dewasa, oleh karena itu interaksi-interaksi tingkah laku yang buruk antara anak dan orang tua dan dengan lingkungan sekitar jelas memainkan peranan penting sekali dalam membentuk perkembangan psikoseksual pribadi, misalnya jika anak itu mengalami incest pada saat dibawah umur hingga remaja maka jika menilik teori diatas kemungkinan besar ketika dewasa anak tersebut akan melakukan incest juga.

Teori belajar sosial lainnya tidak menekankan pengalaman pada usia anak-anak yang sangat muda, akan tetapi menggarisbawahi pengalaman -pengalaman seksual yang pertama kali. Proses belajar yang berlangsung sesudah pengalaman pertama atau inisial tadi akan berperan besar sekali dalam pengembangan – pengembangan fantasi – fantasi seksual yang menyimpang. Ternyata fantasi - fantasi itu merupakan nilai perangsang yang kuat sekali bagi penentuan perilaku seksual seseorang, misalnya seorang anak perempuan melakukan hubungan seksual pertama dengan ayahnya maka seterusnya ia akan berfantasi dan untuk selanjutnya ia akan melakukan hubungan dengan ayahnya dengan secara sukarela.

Ada beberapa penyebab atau pemicu timbulnya incest. Akar dan penyebab tersebut tidak lain adalah karena pengaruh aspek struktural, yakni situasi dalam masyarakat yang semakin kompleks. Kompleksitas situasi menyebabkan ketidakberdayaan pada diri individu. Khususnya apabila ia seorang laki-laki akan sangat terguncang, dan menimbulkan ketidakseimbangan mental-psikologis. Dalam ketidakberdayaan tersebut, tanpa adanya iman sebagai kekuatan internal/spiritual, seseorang akan dikuasai oleh dorongan primitif, yakni dorongan seksual ataupun agresivitas. Faktor-faktor struktural tersebut adalah konflik budaya, kemiskinan & pengangguran.
Perubahan sosial terjadi begitu cepatnya seiring. dengan perkembangan teknologi. Alat-alat komunikasi seperti radio, televisi, VCD, HP, koran, dan majalah telah masuk ke seluruh pelosok wilayah Indonesia. Seiring dengan itu masuk pula budaya-budaya baru yang sebetulnya tidak cocok dengan budaya dan norma-norma setempat. Orang dengan mudah mendapat berita kriminal seks melalui tayangan televisi maupun tulisan di koran dan majalah, juga informasi dan pengalaman pornografi dan berbagai jenis media. Tayangan televisi, VCD, dan berita di koran atau majalah yang sering menampilkan kegiatan seksual incest serta tindak kekerasannya, dapat menjadi model bagi mereka yang tidak bisa mengontrol nafsu birahinya.

Pengaruh keadaan ekonomi juga tinggi. Meskipun incest dapat terjadi dalam segala lapisan ekonomi, secara khusus kondisi kemiskinan merupakan suatu rantai situasi yang sangat potensial menimbulkan incest. Sejak krisis 1998, tingkat kemiskinan di Indonesia semakin tinggi. Banyak keluarga miskin hanya memiliki satu petak rumah. Kita tidak dapat membedakan mana kamar tidur, kamar tamu, atau kamar makan. Rumah yang ada merupakan satu atau dua kamar dengan multi fungsi. Tak pelak lagi, kegiatan seksual terpaksa dilakukan di tempat yang dapat ditonton anggota keluarga lain. Tempat tidur anak dan orangtuanya sering tidak ada batasnya lagi. Ayah yang tak mampu menahan nafsu birahinya mudah terangsang melihat anak perempuannya tidur. Situasi semacam ini memungkinkan untuk terjadinya incest kala ada kesempatan.
Kondisi krisis juga mengakibatkan banyak terjadinya PHK yang berakibat banyak orang yang menganggur. Dalam situasi suit mencari pekerjaan, sementara keluarga butuh makan, tidak jarang suami istri banting tulang bekerja seadanya. Dengan kondisi istri jarang di rumah (apalagi bila menjadi TKW), membuat sang suami kesepian. Mencari hiburan di luar rumah pun butuh biaya. Tidak menutup kemungkinan anak yang sedang dalam kondisi bertumbuh menjadi sasaran pelampiasan nafsu birahi ayahnya.
Masih banyak faktor penyebab incest yang lain. Misalnya, keadaan terjepit, dimana anak perempuan manjadi figur perempuan utama yang mengurus keluarga dan rumah tangga sebagai pengganti ibu, kesulitan seksual pada orang tua, ketidakmampuan ayah untuk mencari pasangan seksual di luar rumah karena kebutuhan untuk mempertahankan facade prestise dan keutuhan rumah tangga, ketakutan akan perpecahan keluarga yang memungkinkan beberapa anggota keluarga untuk lebih memilih desintegrasi struktur daripada pecah sama sekali, sanksi yang terselubung terhadap ibu yang tidak berpartisipasi dalam tuntutan peranan seksual sebagai istri, pengawasan dan didikan orangtua yang kurang karena kesibukan orang bekerja, dan anak remaja yang normal pada saat mereka remaja dorongan seksualnya begitu tinggi karena pengaruh tayangan yang membangkitkan naluri birahi juga ikut berperan dalam hal ini.


Endogami dan Exogami

Ahli antropologi sudah menemukan bagaimana sistem perkawinan itu diatur. Secara informal, undang-undang perkawinan antar lain suku dan dari jenis suku yang berbeda. Difinisi dari suatu suku dengan suku lain sangatlah bervariasi. Berdasarkan masing-masing lingkup masyarakat. Dalam lingkungan yang dibuat stratifikasi bahwa seseorang harus menikah dengan keluarga lain suku (suatu bentuk perkawinan dengan lain suku) adalah suatu bentuk perkawinan exogami. Tetapi apabila hal itu suatu pernikahan karna berdasarkan kesamaan status anggota keluarga dari kalangan orang-orang tertentu, ras, agama__ adalah suatu bentuk perkawinan endogami. Namun dalam hal ini, masyarakat yang menganut sistem eksogami tersebut tergolong lebih besar dari pada endogami.

Pada umumnya dalam suatu masyarakat, garis keturunan diwarisi melalui satu orang tua. Seks yang dilakukan dengan garis keturunannya sendiri (orang tua atau kerabat jauh) adalah suatu hal yang tidak pantas dilakukan meskipun seks yang dilakukan dengan orang lain/bukan garis keturunannya (orang tua angkat) bukanlah termasuk dalam Incest (meskipun hal ini salah bagi pendapat yang lain).
Dari ukuran status yang sama kelompok masyarakat tersebut dibagi menjadi beberapa golongan atau garis keturunan seperti itu berkomunitas kaum atau garis keturunan untuk menerima warisan dari orang tua mereka. Jenis kelamin dalam suatu anggota keluarga dari garis keturunan atau kaumnya sendiri__apakah orang tua atau sanak keluarga jauh secara genetik dipertimbangkan sedangkan jenis kelamin dengan satu anggota dari garis keturunan suku lain__ termasuk lain orang tua__incest tidaklah dipermasalahkan walaupun mungkin salah untuk di pertimbangan. Contohnya adalah, penduduk Tobriand melarang sistem baik hubungan seksual antar seorang laki-laki dengan ibunya. Maupun seorang perempuan dengan ayahnya, tetapi mereka punya gambaran sistem hubungan mereka sendiri dengan aturan-aturan yang berbeda: Hubungan antar seorang laki-laki dengan ibunya bisa terjadi dalam kategori hubungan tersebut tidak dilarang apabila dilakukan antar sesama rumpun, akan tetapi sebaliknya hubungan tersebut akan menjadi terlarang dilakukan apabila mereka dari rumpun yang silsilah keluarga yang berbeda. Karena dalam hal ini penduduk Tobrian adalah matrilineal. Anak-anak dimiliki oleh rumpun ibu (satu rumpun dengan ibu) bukan pada ayah mereka. Hubungan sexual antar seorang laki-laki dengan saudara/anak perempuan dari ibunya juga termasuk dianggap mesum. Tetapi jika hubungan itu terjadi antar seorang laki-laki dengan saudara perempuan ayahnya tidak. Tentu saja seorang anak laki-laki dengan dengan saudara perempuan ayahnya akan punya hubungan yang sifatnya dianggap genit, danseorang laki-laki dengan putrid saudara perempuan ayahnya boleh berhak dalam hubungan sex bahkan menikah. Ahli antropologi telah menghipotesakan bahwa dalam, masyarakat ini, hubungan sex antar saudara itu terkait dengan aturan adapt yang seharusnya tidak patut untuk dilakukan. Dengan begitu bisa dipastikan bahwa hubungan social antar satu rumpun atau garis keturunan akan terus di jaga hingga sampai kepelaminan.

Masyarakat Cina dan India mempunyai daerah yang sangat luas. Yang cenderung rentan dengan kelompok penganut adat exogami: Hubungan antar dua individu dengan nama marga yang sama kemungkinan akan dikutuk. Beberapa kebudayaan yang berhubungan dengan larangan incest: hubungan ini disebut affinity danconsequenity. Sebagai contoh, sebuah pertanyaan dari keabsahan dan moralitas seorang duda yang ingin menikahi adik dari istrinya yang telah meninggal akan menjadi sebuah permasalahan yang panjang di United Kingdom pada abad ke 19, diantaranya Mattew Boulton. Di Eropa Tengah sebagai orang tua baptis bagi seorang anak, dia juga ingin menjalin hubungan perkawinan.

Incest dan Genetika.
Badan penelitian ahli biologi dan psikologi manusia sekarang ini membuktikan bahwa incest bukan pilihan yang tepat jika dikaitkan dengan reproduksi. Resiko cacat yang terjadi pada incest lebih tinggi dari mereka yang tidak mempunyai hubungan darah, meskipun tidak menutup kemungkinan melahirkan anak yang normal.
Proses perkawinan binatang berpengaruh pada homozygosis (alel pada lokus yang sama di kedua anggota dari pada kromosom yang saling berpasangan), sehingga hal itu mengarah ke jumlah keturunan binatang tersebut. Hal ini terjadi karena induk keluarga jauh lebih memungkinkan unutk mengalami kedekatan homozygot dibanding individu lain yang hubungannya tidak bertalian.

Dalam hal ini, yang paling penting adalah keberadaan pasangan heterozigot non aktif karena hal itu dapat menyebabkan cacat turunan. Kesempatan yang jauh lebih tinggi tentang kematian sebelum mencapai umur reproduksi pada keturunan mendorong ahli ilmu biologi untuk lebih menekankan asumsi penelitiannya berdasarkan proses perkawinan binatang. Pada proses perkawinan binatang yang bersifat sedarah menyebabkan gangguan kesehatan pada turunan. Sering sekali penggabungan anggota yang mempunyai gen dari kedua anggota gen diketurunan yang sama cenderung bersifat melindungi. Tetapi gen yang terdesak dapat menjadi masalah keturunan, Sebagai contoh, anak dari para kedua orang tua yang menderita hemophilial. Dia akan punya kesempatan 25% dari hemophilia yang diderita orang tuanya.

Levitt telah berargumentasi bahwa berdasarkan proses perkawinan bangsa binatang tersebut, mereka yang berpopulasi kecil berkesempatan untuk mengetahui bahaya hemozigot yang terjadi di berbagai tempat selagi masih tingkatannya masih awal mereka, dengan begitu mereka bisa mengurangi beban pada keturunan mereka.
Bagaimanapun, lain sosialis sudah berargumentasi bahwa proses perkawinan bangsa binatang itu merupakan hal yang positif yang dalam jangka panjang ini hampir selalu tidak di realisir. Sebab tekanan hubungan jangka pendek adalah pilihan yang cukup untuk menakut-nakuti. Dalam urutannya, keturunan dari suatu hubungan yang erat kaitannya dengan homozygot dominant (sepenuhnya bebas dari gen yang tidak baik) akan terdesak dan mati duluan. Jika ada keturunan heterozygot, mereka akan mampu menghasilkan gen yang cacat tanpa disadari terlebih dahulu. (Leavit 1990: 974)


Dampak Incest

Terlepas dari segala kontroversi yang ada, dampak dari incest merupakan hal yang menarik untuk dibahas. Baik dampak secara fisik maupun psikis. Dari sini nantinya akan dapat ditarik sebuah konklusi seberapa besar bahaya incest.
Dampak dari segi fiqh Islam dan hukum. Seluruh pandangan mahzab fiqh Islam mengharamkan perkawinan sedarah. Incest tidak bisa dibenarkan meskipun dengan sukarela apalagi dengan paksaan (perkosaan). Mereka menyamakannya dengan zina yang harus dihukum. Tetapi ada perbedaan di antara mereka soal hukumannya. Mahzab Maliki Syafi’i, Hambali, Zahiri, Syiah Zaidi dan lain-lain menghukumnya dengan pidana hudud (hukum Islam yang sudah ditentukan bentuk dan kadarnya seperti hukum potong tangan), persis seperti hukuman bagi pezina. Sementara Abu Hanifah menghukumnya dengan tindak pidana ta’zir (peringatan keras atau hukuman keras) bagi incest sukarela. Perbuatan cabul atau perbuatan tidak senonoh akan berdampak hukuman bagi pelaku. Di dalam KUHP hukuman untuk pelaku perbuatan tersebut diatur dalam pasal 289-296, sementara dalam RUU KUHP dirubah pasalnya menjadi pasal 425-429.

Dampak dari segi psikologi, dari berbagai peristiwa hubungan incest yang banyak dilaporkan media akhir-akhir ini menunjukkan betapa menderitanya perempuan korban incest. Ketergantungan dan ketakutan akan ancaman membuat perempuan tidak bisa menolak diperkosa oleh ayah, kakek, paman, saudara atau anaknya sendiri. Sangat sulit bagi mereka untuk keluar dari kekerasan berlapis-lapis itu karena mereka sangat tergantung hidupnya pada pelaku dan masih berfikir tidak mau membuka aib laki-laki yang pada dasarnya disayanginya dan seharusnya menjadi pelindungnya. Akibatnya mereka mengalami trauma seumur hidup dan gangguan kejiwaan.
Dampak dari segi kemanusiaan. Nurani kemanusian universal (secara umum) yang beradab sampai hari ini mengutuk incest sebagai kriminalitas terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Meskipun dilakukan secara suka sama suka (sukarela) dan tidak ada yang merasa menjadi korban, incest telah mengorbankan perasaan moral publik.
Dampak dari segi sosial. Peristiwa hubungan incest yang terjadi pada satu keluarga akan menyebabkan hancurnya nama keluarga tersebut di mata masyarakat. Keluarga tersebut dapat dikucilkan oleh masyarakat dan menjadi bahan pembicaraan di tengah masyarakat. Masalah yang lebih penting dicermati dari kasus anak hasil incest adalah karena kondisi yang tidak sehat dalam konteks sosial, yang berkaitan dengan konstruksi sosial tentang keluarga. Misalnya masyarakat mengenal ayah dan anak sebagai satu kesatuan keluarga. Tetapi jika terjadi kasus incest, dimana ayah menghamili anak perempuannya, maka bila lahir anak dari anak perempuan tersebut maka status ayah itu menjadi ganda, ayah sekaligus kakek. 
Dampak dari segi kesehatan. Peristiwa incest apalagi perkosaan incest dapat menyebabkan rusaknya alat reproduksi anak dan resiko tertular penyakit menular seksual. Korban dan pelaku menjadi stress yang akan merusak kesehatan kejiwaan mereka. Dampak lainnya dari hubungan incest adalah kemungkinan menghasilkan keturunan yang lebih banyak membawa gen homozygot. Beberapa penyakit yang diturunkan melalui gen homozygot resesif yang dapat menyebabkan kematian pada bayi yaitu fatal anemia, gangguan penglihatan pada anak umur 4-7 tahun yang bisa berakibat buta, albino, polydactyl dan sebagainya. Pada perkawinan sepupu yang mengandung gen albino maka kemungkinan keturunan albino lebih besar 13,4 kali dibandingkan perkawinan biasa. Kelemahan genetik lebih berpeluang muncul dan riwayat genetik yang buruk akan bertambah dominan serta banyak muncul ketika lahir dari orang tua yang memiliki kedekatan keturunan.

Gangguan emosional yang dialami si ibu akibat kehamilan yang tidak diharapkan akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin pra dan pasca- kelahiran.Selain itu banyak penyakit genetik yang peluang munculnya lebih besar pada anak yang dilahirkan dari kasus incest seperti kelainan genetik yang menyebabkan gangguan kesehatan jiwa (skizoprenia), keterlambatan mental (idiot) dan perkembangan otak yang lemah.


Incest Menurut Pandangan Agama.

Salah satu alasan kuat penolakan terhadap incest –selain faktor kesehatan anak yang hasil reproduksi incest- adalah faktor agama. Agama, terutama bagi masyarakat Indonesia yang cenderung religius, merupakan tonggak awal dari norma yang berlaku.
Buku Leviticus, yang termasuk dalam daftar larangan kitab Injil yang menentang hubungan seks antara berbagai pasangan dari anggota keluarga, ayah dan anak, ibu dan anak, dan pasangan-pasangan lain yang dilarang, dapat dihukum mati, karena hubungan seksual tersebut. (Incest ayah-anak adalah suatu hubungan yang terlarang, dengan demikian larangan incest tidak hanya dengan anak perempuannya akan tetapi juga dengan wanita yang mungkin anaknya dari hubungan darah). Larangan hubungan seksual ini antara bibi dan keponakan, tapi tidak antara paman dan keponakan. Orang Kristiani menginterprestasikannya untuk implikasi yang akan terjadi, walaupun orang yahudi tidak. Meskipun demikian, ada incest yang diperbolehkan di dalam buku genesis, tidak hanya antara saudara tapi juga ayah dan anak (Lot dan putrid-putrinya).

Al Quran, kitab suci agama Islam, menyebutkan incest di surat An Nisa, yang melarang laki-laki dari hubungan seksual dengan ibunya, anak, saudara, bibi, dan keponakan. Hubungan ibu yang menyusui juga dilarang. Tetapi di sisi lain, Islam mengijinkan pernikahan dengan keponakan dan kerabat jauh. Hanya dalam masalah pernikahan tertentu, Islam mengijinkan hubungan seksual antara keponakan dan kerabat jauh.
Orang Hindu mengatakan bahwa incest adalah sangat menjijikan. Orang Hindu sangat takut dampak dari incest dan perbuatan tersebut hingga kini baik endogamy maupun exogamy, itu adalah perkawinan dari kasta yang sama (varna) tetapi tidak dalam keluaraga yang berasal usul sama (gotra) atau garis keturunan (parivara)

PENUTUP
Incest adalah hubungan badan atau hubungan seksual yang terjadi antara dua orang yang mempunyai ikatan pertalian darah dimana ikatan pertalian darah mereka cukup dekat misalnya antar kakak dengan adik, bapak dengan anak perempuan, ibu dengan anak laki-laki atau paman dengan keponakan.

Peristiwa incest telah terjadi sejak lama. Dalam sejarah dicatat raja-raja Mesir kuno dan putra-putrinya kerap kali melakukan tingkah laku incest dengan motif tertentu, sangat mungkin bertujuan meningkatkan kualitas generasi penerusnya.
Berdasarkan uraian dalam materi di atas jelas bahwa incest di di lihat dari segala aspek, yang cenderung paling berpengaruh adalah dampak dari segi negatifnya. Incest tidak bisa dicegah dengan jangka waktu yang cukup singkat, kecuali hal itu dapat diantisipasi lebih jauh. Adapun syarat hidup sehat tanpa terlihat masalah incest, yaitu dengan cara menumbuhkan kehidupan sempurna baik rohani, maupun sosial.